Kumpulan Makalah, Unsur dan Asas Hukum Ekstradisi

Apa yang di maksud Hukum Ekstradisi

Berikut definisi dan pengertian ekstradisi dari beberapa sumber buku:
  • Menurut Kansil (2002) dalam buku yang berjudul "Modul Hukum Internasional", ekstradisi adalah pemindahan seseorang dari suatu negara ke negara lain secara paksa untuk diajukan ke depan sidang pengadilan atau dimasukkan penjara untuk suatu kejahatan yang timbul jikalau seseorang yang dituduh atau telah dijatuhi hukuman mencari perlindungan (atau pada waktu itu bertempat tinggal) di negara lain. 
  • Menurut Parthiana (2004) dalam buku yang berjudul "Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi", ekstradisi adalah penyerahan yang dilakukan secara formal, baik berdasarkan atas perjanjian ekstradisi yang sudah ada sebelumnya, ataupun berdasarkan prinsip timbal balik atau hubungan baik, atau seseorang yang dituduh melakukan kejahatan (tersangka, terdakwa, tertuduh) atau seseorang yang telah dijatuhi hukuman pidana yang telah mempunyai kekuatan mengikat yang pasti (terhukum, terpidana), oleh negara tempatnya berada (negara yang diminta) kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya (negara yang meminta) atas permintaan negara peminta, dengan tujuan untuk mengadili dan atau pelaksanaan hukumannya. 
  • Menurut Budiarto (1980) dalam bukunya berjudul "Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan Hak-Hak Azasi Manusia", ekstradisi adalah suatu proses penyerahan tersangka atau terpidana karena telah melakukan suatu kejahatan yang dilakukan secara formal oleh suatu negara kepada negara lain yang berwenang memeriksa dan mengadili pelaku kejahatan tersebut.
Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut karena berwenang untuk mengadili dan memidananya (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi).

Dikutip dari buku yang berjudul "A Concise History of the Law of Nation - Sejarah Hukum Internasional" (Nusbaum, 1969), Perjanjian yang tertua yang membahas masalah ekstradisi adalah perjanjian perdamaian antara Raja Rameses II dari Mesir dengan Hattusili II dari Kheta yang dibuat pada tahun 1279 SM. Isinya kedua pihak menyatakan saling berjanji akan menyerahkan pelaku kejahatan yang melarikan diri atau yang ditemukan di dalam wilayah pihak lain.

Istilah ekstradisi atau extradition berasal dari bahasa latin ekstradere. Ex artinya ke luar, sedangkan Tradere berarti memberikan atau menyerahkan. Sedangkan dalam bahasa inggris, kata extradition berarti penyerahan.

Beberapa konvensi internasional yang dapat dijadikan dasar hukum sebagai pelaku kejahatan menurut ketentuan tentang ekstradisi antara lain yaitu; konvensi Tokyo 1963, konvensi Den Haag 1970, konvensi Montreal 1971, konvensi Tentang Obat Bius 1971, dan lain-lain.

Jenis-jenis Ekstradisi 

Menurut Damaian (1991) dengan judul  "Kapita Selekta Hukum Internasional", terdaat tiga jenis sistem ekstradisi, yaitu sebagai berikut:
  1. Ekstradisi sistem daftar (list system/enumerative system), yaitu sistem yang memuat dalam perjanjian suatu daftar yang mencantumkan satu persatu kejahatan mana yang dapat diekstradisi. Contoh: Perjanjian Ekstradisi antara Inggris dan Amerika Serikat 1969, dalam Pasal 3 menentukan 27 jenis kejahatan atau tindak pidana. 
  2. Ekstradisi sistem tanpa sistem daftar (eliminative system), yaitu sistem yang hanya menggunakan maksimum hukuman atau minimum hukuman sebagai ukuran untuk menerapkan apakah suatu kejahatan yang dapat diserahkan atau tidak tanpa menyebutkan satu persatu nama delik yang dapat diekstradisikan. Contoh: Perjanjian Ekstradisi antara Italia dan Panama 1930 menentukan minimum 2 tahun. 
  3. Ekstradisi sistem campuran, yaitu campuran antara ekstradisi enumeratif dan ekstradisi eliminatif serta mencantumkan juga kejahatan dengan minimum dan maksimum hukuman yang dapat diekstradisi. Contoh: Perjanjian Ekstardisi antara Indonesia dan Philipina 1976 dalam pasal II A.

 

Unsur-unsur Ekstradisi 

Menurut Parthiana (2004) dalam buku yang berjudul "Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi", terdapat beberapa unsur dalam hukum ekstradisi, yaitu sebagai berikut:

a. Unsur subjek

  1. Negara atau negara-negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukum sangat berkepentingan untuk mendapat kembali orang tersebut untuk diadili atau dihukum atas kejahatan yang telah dilakukannya itu. Untuk mendapat kembali orang yang bersangkutan negara atau negara-negara tersebut harus mengajukan permintaan penyerahan kepada negara tempat orang itu berada atau bersembunyi. Negara atau negara-negara ini berkedudukan sebagai pihak yang meminta atau dengan singkat disebut negara peminta (The Requesting State). 
  2. Negara tempat si pelaku kejahatan (tersangka, tertuduh terdakwa) atau si terhukum itu bersembunyi. Negara ini diminta oleh negara atau negara-negara yang memiliki yurisdiksi atau negara peminta, supaya menyerahkan orang yang berada di wilayah itu (tersangka atau terhukum), yang dengan singkat dapat disebut negara-diminta (The Rewuested State).

b. Unsur objek 

Yaitu si pelaku kejahatan itu sendiri (tersangka, tertuduh, terdakwa atau terhukum) yang diminta oleh negara peminta kepada negara-negara diminta supaya diserahkan. Dia inilah yang dengan singkat disebut sebagai orang yang diminta. Meskipun dia hanya sebagai objek saja yang menjadi pokok masalah antara kedua pihak, tetapi sebagai manusia dia harus tetap diperlakukan sebagai subjek hukum dengan segala hak dan kewajibannya yang asasi, yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga.

c. Unsur tujuan 

Yaitu untuk apa orang yang bersangkutan dimintakan penyerahan atau diserahkan. Penyerahan itu dimintakan oleh negara peminta kepada negara-diminta oleh karena ia telah melakukan kejahatan yang menjadi yurisdiksi negara/ negara-negara peminta. Atau dia melarikan diri ke negara-diminta setelah dijatuhi hukuman yang telah mempunyai kekuatan mengikat yang pasti. Untuk dapat mengadili atau menghukum orang yang bersangkutan, negara peminta lalu mengajukan permintaan penyerahan atas diri orang tersebut kepada negara-diminta.

d. Unsur tata cara atau prosedur 

Unsur ini meliputi tentang tata cara untuk mengajukan permintaan penyerahan maupun tata cara untuk menyerahkan atau menolak penyerahan itu sendiri serta segala hal yang ada hubungannya dengan itu. Penyerahan hanya dapat dilakukan apabila sebelumnya ada diajukan permintaan untuk menyerahkan oleh negara peminta kepada negara diminta. Permintaan tersebut haruslah didasarkan pada perjanjian ekstradisi yang telah ada sebelumnya antara kedua pihak atau apabila perjanjian itu belum ada, juga bisa didasarkan pada saat asas timbal baik yang telah disepakati.


Asas-Asas Hukum Ekstradisi 

Menurut Parthiana (2004) dalam buku yang berjudul "Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi", terdapat asas-asas ekstradisi yang telah diakui secara umum, yaitu sebagai berikut:

a. Asas Kejahatan Ganda (Double Criminality Principle) 

Asas ini mensyaratkan bahwa kejahatan yang dapat dijadikan alasan dalam permohonan ekstradisi atas orang yang diminta adalah kejahatan yang telah diancam hukuman baik hukum pidana dari negara-peminta ataupun hukum dari negara yang diminta. Hal ini dapat terjadi dikarenakan suatu perbuatan atau peristiwa mungkin merupakan peristiwa pidana atau kejahatan menurut sistem hukum negara tertentu, sedangkan menurut sistem hukum negara lain tidak dipandang sebagai peristiwa pidana. Terdapat perbedaan dalam penilaian atas suatu perbuatan atau peristiwa. Perbedaan penilaian itu juga membawa akibat perbedaan penilaian terhadap si pelaku perbuatan atau peristiwa tersebut.

b. Asas Kekhususan (Principle of Speciality) 

Asas ini mewajibkan negara-peminta untuk hanya menuntut, mengadili maupun menghukum orang yang diminta berdasarkan kejahatan yang dijadikan alasan untuk permintaan penyerahan ekstradisinya. Jadi ia tidak boleh diadili, dan atau dihukum atas kejahatan lain, selain dari pada kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisinya. Asas kekhususan baru dapat berfungsi apabila orang yang diminta telah diekstradisi oleh negara yang diminta kepada negara-peminta. Hal ini berarti, Permintaan negara-peminta untuk mengekstradisi orang yang diminta tersebut dikabulkan oleh negara yang diminta.

c. Asas Tidak Menyerahkan Warga Negara (Non-Extradition of Nationals) 

Asas ini pada dasarnya memberikan kekuasaan pada negara-negara untuk tidak menyerahkan warga negaranya sendiri yang melakukan kejahatan di dalam wilayah negara lain. Apabila orang yang diminta oleh negara-peminta ternyata merupakan warga negara dari negara yang diminta, maka negara yang diminta berhak menolak permintaan ekstradisi dari negara-peminta tersebut. Hal ini dilandasi oleh pemikiran, bahwa negara wajib untuk melindungi setiap warga negaranya dan warga negara juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari negara asalnya. Namun penolakan tersebut tidak berarti menghapus kesalahan warga negara tersebut. Warga negara tersebut wajib untuk diadili dan dihukum oleh negara yang diminta berdasarkan hukum nasionalnya.

d. Asas Tidak Menyerahkan Pelaku Kejahatan Politik (Non-Extradition of Political Criminal) 

Asas ini bermula pada abad ke-18, yang menunjukkan bahwa yang dapat diserahkan hanyalah para penjahat politik dan pasukan yang melakukan tindakan disersi. Apabila negara-diminta berpendapat bahwa kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk permintaan ekstradisi oleh negara-peminta adalah tergolong sebagai kejahatan politik, maka negara-diminta harus menolak permintaan tersebut. Hal ini dikarenakan kejahatan politik bersifat subjektif serta definisi kejahatan politik yang berlaku secara umum bagi hukum internasional juga tidak ada. Suatu kejahatan digolongkan sebagai kejahatan politik atau tidak memang merupakan sebuah masalah politik yang didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan politik yang tentu saja sangat subjektif.

e. Asas ne/non bis in idem 

Menurut asas ini, jika kejahatan yang dijadikan alasan untuk permintaan ekstradisi atas orang yang diminta, ternyata telah diadili dan/atau telah dijatuhi hukuman yang telah memiliki kekuatan hukum yang mengikat, maka negara yang diminta diharuskan menolak permintaan dari negara-peminta tersebut. Asas ini memberikan jaminan kepastian hukum bagi orang yang pernah dijatuhi putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan mengikat yang pasti, baik putusan itu merupakan putusan pembebasan ataupun pelepasan dari tuntutan pidana maupun putusan yang berupa penghukuman atas dirinya.

f. Asas Daluwarsa 

Asas ini dikenal juga dengan asas lewat waktu (lapse of time). Asas ini menyatakan bahwa seseorang tidak dapat diserahkan oleh negara yang diminta kepada negara-peminta dikarenakan hak untuk menuntut atau hak untuk melaksanakan putusan pidana telah daluwarsa atau lewat waktu menurut hukum dari salah satu maupun hukum dari kedua belah pihak. Tujuan dari diakui daluwarsa ini adalah demi memberikan jaminan kepastian hukum bagi semua pihak. Bahwa suatu fakta yang sudah demikian lamanya terjadi dan tidak pernah dipersoalkan selama jangka waktu tersebut,dipandang sebagai suatu hal yang sudah lewat dan oleh karena itu tidak bisa diungkit-ungkit lagi.

Contoh (Skripsi/Makalah/Laporan) Hukum Internasional Tentang Ekstradisi

Daftar Pustaka

  • Nusbaum, Arthur. 1969. A Concise History of the Law of Nation - Sejarah Hukum Internasional. Bandung: Bina Cipta.
  • Parthiana, I Wayan. 2004. Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi. Bandung: Yrama Widya.
  • Parthiana, I Wayan. 1990. Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional. Bandung: Mandar Maju.
  • Kansil, C.S.T. 2002. Modul Hukum Internasional. Jakarta: Djambatan.
  • Budiarto, M. 1980. Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan Hak-Hak Azasi Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
  • Damaian, Eddi. 1991. Kapita Selekta Hukum Internasional. Bandung: Alumni.